Tunda AN, Kemendikbud Siapkan Skema Vaksinasi Untuk Guru

Kemendikbud memutuskan untuk menunda pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) menjadi September-Oktober 2021 dan akan menyiapkan skema vaksinasi guru.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memutuskan menunda pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) menjadi September-Oktober 2021. Ia berharap saat itu pelaksanaan vaksinasivirus corona sudah meluas.

"Kita telah memutuskan untuk menundanya, agar persiapan baik dari sisi akselerasi vaksin harapannya sudah mendalam," kata dia dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR di Komplek DPR/MPR, Rabu (20/1).

Keputusan menunda AN dilakukan karena situasi pandemi yang terus melonjak. Maka untuk memastikan keamanan siswa dan pihak terkait, dia menilai perlu dilakukan penundaan.

Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Jumeri mengatakan pihaknya telah mempersiapkan skema vaksin pada guru seiring pembelajaran tatap muka digelar sejumlah sekolah dan menjelang pelaksanaan AN.

"Kalau guru sudah ada skemanya," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (21/1).

Namun ia tidak menjelaskan lebih lanjut skema vaksinasi untuk guru seperti apa. Sementara ini, ia mengaku masih menunggu pengaturan dan kebijakan dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

"Jumlah murid 68 juta, guru lebih dari 4 juta, jadi sangat besar. Kami masih menunggu pengaturan dari gugus covid," sambung dia.

CNNIndonesia.com telah berusaha menghubungi Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi terkait skema vaksinasi di lingkungan pendidikan, namun belum mendapat jawaban.

Tantangan dan efektivitas AS

AN rencananya akan dilaksanakan dengan sistem berbasis komputer dan diikuti oleh semua sekolah di penjuru daerah. Jumlah siswa yang mengikuti tes dibatasi, yakni 45 siswa per sekolah di pendidikan menengah dan 35 siswa di pendidikan dasar.

Deputi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Sartono menilai penerapan random sampling dalam AN bisa memicu permasalahan baru.

Karena ketika AN diharapkan sebagai tolak ukur proses pendidikan di tingkat nasional, peserta yang mengikuti tes harus benar-benar mewakili keseluruhan klaster siswa di sekolah itu.

"Satu pertanyaan sederhana muncul. Misalnya satu satuan pendidikan yang mempunyai 2.500 siswa hanya diambil 40 siswa sebagai sampling, dan jumlah ini juga sama untuk satuan pendidikan yang jumlah siswanya lebih kecil 4 atau mungkin lebih besar," pungkasnya dalam keterangannya.

Terlebih, lanjut Agus, AN tidak akan memiliki konsekuensi apapun terhadap siswa karena tidak digunakan sebagai tolak ukur kelulusan atau seleksi masuk sekolah. Ia khawatir siswa tidak akan serius mengerjakan tes sehingga hasilnya tidak menunjukkan situasi yang sebenarnya.

Untuk itu, menurutnya Kemendikbud harus berusaha menyiapkan sistem untuk mendorong siswa, guru dan kepala sekolah mengikuti tes dengan jujur. Diketahui, AN juga bakal diikuti oleh guru dan kepala sekolah sebagai bagian dari survei lingkungan belajar.

Dengan kondisi pembelajaran di tengah pandemi yang tidak optimal, ia menilai AN baru bisa efektif dilakukan jika sosialisasi sudah menjangkau seluruh satuan pendidikan.

"Alhamdulilah sekarang sudah ada keputusan untuk diundur pelaksanaannya, saya kita ini keputusan yang terbaik," tuturnya.

Agus menyarankan untuk tahun ini AN dilaksanakan pada jenjang pendidikan menengah saja. Mengingat jumlah sekolah yang banyak dan sosialisasi yang harus dilakukan dengan masif, terlebih karena diklaim memiliki pendekatan yang berbeda dari UN.

Nadiem sendiri berulang kali menyatakan AN memiliki sistem penilaian yang serupa dengan Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA). Ini merupakan pengujian yang baru diterapkan di Indonesia.

Pelaksanaan AN bakal terdiri dari tiga tes, yakni Asesmen Kompetensi Minimum, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar. Mantan bos Go-jek itu menekankan asesmen ini digunakan sebagai tolak ukur kinerja sekolah, bukan menilai murid.

Komentar

Postingan Populer